Pagi ini, Rabu, 13 November 2013,
agenda kegiatan di PK 7 adalah nonton dan bedah film berjudul `Matahari di
Timur`. Sebuah film nasionalis karya Ari Sihasale dan sang istri, Nia
Zulkarnaen. Lokasi nonton dan bedah film kali ini berlokasi di Pusat Studi
Jepang, Universitas Indonesia, Depok. Kami berangkat dari Desa Gumati sekitar
pukul 6.30 via 2 bus Blue Star.
Film ini diperankan oleh
seorang Papua asli, Michael Idol sebagai
Mike, Laura Basuki sebagai Fira, Lukman Sardi sebagai Pendeta Samuel, Agus
Ringgo Rahman, dan dilengkapi oleh beberapa orang asli Papua. Lokasi syuting
film ini berada di kabupaten Tiong, sekitar 4 jam perjalanan darat ditempuh
dari Wamena.
Film ini berkisah tentang Papua.
Tentang kompleksitas masalahnya, tentang budaya perangnya, tentang cara
mempertahankan harga diri, tentang kesehatan, tentang kehidupan anak-anak,
meliputi sekolahnya, dan lingkungan bermainnya. Dan tentu saja, yang tak kalah
memukau adalah keindahan alam khas Papua.
Diawali dengan adegan yang kontras
tentang sekolah di Papua. Sekolah dengan siswa yang semangat mencari ilmu,
namun, ketiadaan pengajar. Adegan semakin kontras saat dilengkapi backsound
lagu Hymne Guru. Dilanjutkan dengan adegan inti yang sangat menguras emosi.
Saat Mike dan istrinya, Fira serta dokter dan Pendeta Samuel berusaha keras
untuk mengubah mind set penduduk setempat untuk bisa saling memaafkan, bukan
saling berperang untuk membalas dendam. Sang dokter pun mengancam untuk tidak lagi
mengobati para korban perang. Namun, peringatan tersebut dihiraukan oleh para
penduduk. Hingga perang pun benar-benar dikorbarkan dan menjatuhkan beberapa
korban.
Tanpa disangka, sang dokter benar –
benar membuktikan ucapannya untuk tidak lagi mengobati para korban perang. Mirisnya,
ternyata para korban adalah para ayah dari anak-anak yang sering membersamai
sang dokter. Sang dokter yang awalnya sangat bersikukuh untuk tidak lagi
mengobati korban perang, akhirnya luluh juga dengan rengekan anak - anak yang
selalu membersamainya. Tetapi, saat sang dokter luluh dan memeriksa keadaan
sang korban, ternyata korban tersebut telah menghembuskan nafas terakhirnya. Spontan
saja, putra dari sang korban pun komplain keras dan menangis sejadi – jadinya.
Dan gara – gara insiden tersebut,
putra sang korban dan anak – anak lain yang ayah mereka menjadi korban
peperangan memolopori gerakan perdamaian dan saling memaafkan antar suku.
Otomatis, gerakan ini pun sangat didukung oleh Mike, Fira, Pendeta Samuel,
dokter, dan keluarga para korban sebelumnya.
Namun, sayang sekali, bedah film
yang kami harapkan bisa menghadirkan sang pemilik ide, Ari Sihasale, justru
tidak terealisasi. Namun meskipun begitu, bedah film kali ini cukup menarik
karena menghadirkan Lukman Sardi dan aktor asli Papua, Michael Idol. Oleh karena
itu, bedah film dan diskusi kali ini sanggup memancing banyak pertanyaan dari
kami. Tentu saja, juga menghasilkan banyak cerita – cerita menarik selama
proses syuting film dan beberapa fakta – fakta tentang kebudayaan Papua
langsung dari Sang Putra Daerah, Michael Idol.
Menurut, Lukman Sardi, meski
masyarakat mempunya kebudayaan berperang untuk membalas dendam ataupun untuk
mempertahankan harga diri, namun, selama kita baik dengan mereka, mereka pun
tidak akan melukai kita. Dan memang harus ada semacam ‘treatment’ khusus untuk
mengembangkan sisi kehidupan masyarakat di Papua. Uniknya, masyarakat Papua
mempunyai salam khusus. Dan mereka hanya melakukan salam tersebut pada orang –
orang tertentu yang sudah mereka anggap sebagai saudara. Selain itu, masyarkat
Papua juga sangat antusias saat diajak syuting, mereka merasa senang karena ada
orang – orang yang mau bekerja sama dengan mereka. Jangankan bekerja sama,
dikunjungi pun mereka sudah sangat senang.
Sehingga, Papua tertinggal bukan
karena Pemerintah lalai, namun, hal ini perlu waktu. Dan sebagai warga Negara
yang baik, adalah setiap kewajiban dari kita untuk membantu Pemerintah
memajukan Papua.
Di akhir sesi, sebuah lagu apik,
Hymne Guru, dinyanyikan dengan sangat memaukau (meski tanpa iringan) oleh
Michael Idol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar